Tanggal Lahir

30 Juni 2024

Tanggal Wafat

96 Januari 1 Me


Biografi

Berjuang sepanjang hidup, tiada henti, sendiri. Itulah barangkali kalimat yang bisa melukiskan perjalanan hidup Markeso. Di KTP miliknya tertulis Nama: Nachrowi, lahir di Jombang 30 Juni 1933. Sebagaimana tokoh-tokoh terkenal lain di Jombang, Markeso yang bernasib sama, kurang dikenal di daerah asalnya tapi sangat dikenal di tempat lain.

Memang begitulah Markeso, panggilan khas Nachrowi, yang di kalangan seniman Surabaya malah dijadikan ikon Kota Surabaya. Hanya Markeso yang mampu melakoni hidup sebagai seniman ludruk garingan. Keliling dari kampung ke kampung di tengah gegap gempita dan terik matahari Kota Surabaya. Ia membawakan kidungan tanpa diiringi gamelan atau music apapun. Semua instrumen pengiring keluar dari vokal yang juga bersumber dari mulut Markeso. Dan ia mampu beraksi tiga jam sendirian menghibur penontonnya.

Markeso memiliki kemampuan interaksi dengan lingkungan sangat baik, saat memainkan kidungannya. Para penonton sangat menyukai hal ini karena bisa ikut-ikutan nyelentuk sambil menggoda Markeso. Tidak marah, Markeso justru menggunakan celetukan penonton untuk bahan kidungannya. Menurut Pimpinan Ludruk Karya Budaya, Drs. Eko Edy Susantro, MM, interaksinya dengan penonton menjadi kekuatan yang tidak bisa ditandingi seniman lain.


Begitulah Markeso, ngamen dari rumah ke rumah dari satu hajatan ke hajatan yang lain dijalani dengan hati yang riang. Dengan pakaian khas seperti kopiah yang dimiringkan atau topi menjulang tinggi ala Turki, ia malah bias menjadikan apa saja yang ia pakai atau yang ia lihat sebagai bahan lawakannya, menghibur penonton Tetapi Markeso bukan orang yang (punya ambisi duniawi yang sangat tinggi, la terampil mengukur diri dan menjalani hidup dengan sederhana bahkan kelewat sederhana untuk ukuran seniman yang sudah punya nama di Kota Surabaya.

Di saat akhir kehidupannya, ketika namanya sudah melambung, ia sebenarnya sudah biasa hanya ngamen dari instansi ke instansi, ulang tahun perusahaan-perusahaan swasta bukan lagi dari pintu rumah ke pintu rumah lain di kampung-kampung. Namun Markeso tidak kemaruk, la tetap Markeso yang ngidung menghibur masyarakat bawah, tempat ia hidup.


Tetapi menurut penuturan teman-temannya, pilihan Markeso untuk menjadi seniman kidungan garingan bukan tanpa alasan. la memang tidak pernah bergabung dengan grup ludruk manapun. la sendirian melakoni hidup berkesenian lantaran pemberontakan terhadap perlakuan tidak adil yang diterima ludruk. la tidak mengerti dan kemudian memberontak karena ludruk ditarik pajak. Baginya sangat tidak masuk akan jika kesenian yang menghibur kalangan masyarakat bawah kota atau masyarakat miskin di desa-desa dan para pemainnya hidup dalam kemiskinan harus membayar pajak. Dalam pikirannya ludruk justru semestinya harus mendapat intensif bukan malah dipajaki. Tetapi Markeso bukan demonstran yang berteriak-teriak menyumpah-nyumpah perlakuan tidak adil itu. la memilih berjuang dengan caranya sendiri, menghibur sendiri.

Markeso memang telah memilih jalan hidupnya itu. la telah menyapa dan menghibur orang-orang di kampung-kampung Surabaya dan memintakan minum anak-anak yang rindu dan terus membuntutinya. Tetapi itu kini hanya tinggal kenangan. Markeso wafat pada 1 Mei 1996 dan dimakamkan di Tunggorono, Jombang.[]