Tanggal Lahir
03 Oktober 1937
Tanggal Wafat
29 Juni 1990
Biografi
Bagi para penegak hukum, nama Sukarton Marmosudjono kiranya akan dikenang sebagai salah satu pendekar yang gigih memberantas korupsi. Ketika hari-hari ini orang membicarakan penayangan wajah koruptor di televisi, Sukarton telah melaksanakannya hamper 20 tahun yang lalu.
Sebagai Jaksa Agung dalam Kabinet Pembangunan V, Laksamana Muda Sukarton Marmosudjono, SH memang menjadi pionir dalam penayangan wajah para koruptor di televisi. Geram melihat ulah para koruptor yang dipandang meremehkan dan melecehkan penegak hukum, Sukarton mengambil langkah yang tidak biasa tersebut. Sebagai awalnya, para koruptor dan penyelundup menjadi sasaran pertama gebrakan Kejaksaan Agung.
Penayangan pertama muncul pada 11 Desember 1989 di TVRI, yang saat itu merupakan satu-satunya televisi yang ada di Tanah Air. Hanya dalam beberapa pekan setelah 23 wajah ditayangkan, 11 orang ditangkap aparat penegak hukum. Rinciannya, 6 orang menyerahkan diri karena desakan keluarga atau kemauan sendiri, sedang 5 orang lainnya ditangkap.
Sukarton juga menggariskan langkah yang tidak kurang kerasnya terhadap para criminal pembajak buku dan kaset, serta para Bandar judi. "Mereka harus diberangus dengan keras. Negara dirugikan besar-besaran oleh mereka," kata Sukarton dalam wawancara dengan Jawa Pos pada 27 Juni 1989.
Dalam sebuah langkah keras lainnya, Sukarton juga mengeluarkan keputusan penyitaan harta para pelaku korupsi. Selain itu, pejabat yang terlibat akan secepatnya. Salah satu kasus yang menonjol saat itu adalah korupsi di Rumah sakit Cimahi, Jawa Barat, menyangkut dana sebesar Rp 6,8 miliar.
Cerdik
Dilahirkan di Jombang pada tahun 1938, Sukarton memasuki dinas bidang hukum TNI AL setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tidak banyak sumber yang menunjukkan secara rinci kariernya di dinas militer tersebut hingga meraih pangkat bintang dua (Laksamana Muda). Tetapi kawan-kawannya mengatakan, Sukarton dikenal sebagai orang yang serius dalam bekerja tetapi rendah hati. la juga cerdik dalam politik, sesuatu yang menarik para petinggi Golkar di Jakarta.
"Oh iya. Pak Sukarton memang orang yang hebat. la seorang ahli strategi di Golkar, hal yang mengantarkannya sebagai Jaksa Agung pada Kabinet Pembangunan V." kata Laksma (Purn) TNI Trimarjono, yang juga alumnus hukum UGM.
Seperti Sukarton, Trimarjono juga merintis karirnya melalui dinas hukum TNI AL. Bedanya, Trimarjono kemudian lebih banyak bergelut di birokrasi Pemprov Jawa Timur, mulai jadi Sekretaris Daerah, kemudian Wakil Gubernur, dan akhirnya Ketua DPRD Jatim. Sedangkan Sukarton banyak berkecimpung didunia politik di Jakarta.
Seorang mantan anak buahnya di Kejaksaan Agung, Djokomoeljo, SH, mengatakan bahwa Sukarton adalah seorang Jaksa Agung yang tegas, disiplin, tetapi tetap ramah dengan siapa pun. "Meskipun tegas dan bahkan terkesan keras seorang pegawai rendahan di Kejaksaan Agung.” Kata Djokomoeljo, yang pensiun sebagai pejabat tinggi Kejaksaan Agung beberapa tahun lalu.
Apa yang paling mengesankan bagi Djokomoeljo adalah kepercayaan dan kepedulian Sukarton kepada bawahan untuk mendorong aparat kejaksaan untuk memajukan diri mereka melalui pendidikan dan pelatihan-pelatihan, termasuk di luar negeri," tutur Djokomoeljo.
Ismail Saleh, SH, Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan V. menilai Sukarton adalah pejabat yang pintar membawa diri. Sebagai pejabat, ia sering berkonsultasi dengan pejabat lain yang terkait sebelum melakukan tindakan tertentu. Seperti dalam masalah penayangan wajah koruptor di televisi, Sukarton secara intensif berhubungan dengan beberapa pejabat. "la seorang yang serius dan cermat dalam bekerja," kata Ismail Salah.
Perhatiannya yang mendalam dalam masalah-masalah hukum antara lain disalurkan lewat dukungannya pada pendirian Majalah Forum Keadilan, yang didirikan bersama Sutradara Ginting, dan Lukman Umar.
Kebiasaan bekerja keras mungkin telah membuat Sukarton kurang memperhatikan kesehatan dirinya. Pada Jumat pagi, diperkirakan akibat serangan jantung. la kemudian dilarikan ke RS Jabatan Jaksa Agung yang ditinggalkannya kemudian dipegang Singgih, SH.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Pemerintah menganugerahkan Bintang Mahaputra Adipradana kepada Sukarton. Tanda penghargaan tersebut ditandatangani oleh Presiden Soeharto bertepatan dengan hari wafatnya 29 Juni 1990.
Sukarton meninggalkan seorang istri, Lastri Fardani Sukarton, seorang penyihir yang cukup terkenal, dan empat anak. Salah seorang anaknya, Tjahjo Wisanggeni, dikenal sebagai seorang gitaris yang handal. Seorang lainnya, Endah Dewi Nawangsasih, bekerja sebagai staf ahli di Badan Kehormatan DPR.[]