Tanggal Lahir

30 September 1954

Tanggal Wafat

r 9 Ok


Biografi

"Saya ini tidak ada potongan jadi anggota dewan," kata Drs. H. Choirul Anam, politisi kelahiran Jombang, 30 September 1954 ini.
Itu sosok Cak Anam, sederhana dan lugas yang menjadi ciri khasnya. Cak Anam memang tokoh yang biasa disebut tidak biasanya. Ketika pra politisi berebut untuk menjadi Caleg pada Pemilu 1999 silam, ia malah menolak untuk dicalonkan. "Bahkan menjabat Ketua DPW PKB Jatim saja, bukan karena keinginannya tetapi karena ditugasi Gus Dur," tambahnya.
Bagi kalangan NU, nama Choirul Anam sangatlah akrab, la sosok yang benar-benar hidup dan tumbuh dalam lingkungan NU. Bahkan ia pernah menjadi Wakil Ketua PW NU Jatim (1995-2000). Mantan wartawan ini juga penulis buku monumental Nahdlatul Ulama yang banyak dibaca dan dikutip bahkan oleh para peneliti luar negeri.

Tak heran jika nilai-nilai ke-NU-an sangat kuat melekat dalam dirinya. Karena itu Anam juga berharap bisa membesarkan NU. "Sejak di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Ampel, Surabaya tahun 1978 saya sudah aktif di berbagai kegiatan kampus antara lain ketua senat dan ketua presidium mahasiswa IAIN," katanya.

Pada saat itulah, papar Anam, ia dan teman-teman berunjuk rasa meminta Presiden Soeharto turun pada SU MPR. Akhirnya ia dan teman- teman dijebloskan ke penjara Kalisosok selama tiga bulan. "Nah, Kalau saya pada 1999 silam banting setir ke politik ke politik karena saya ditugasi Gus Dur sebagai penggagas PKB bersama para kiai sepuh NU lainnya.

Itulah babak penting kehidupan Cak Anam, terjun ke dunia politik praktis menjadi Ketua DPW PKB Jatim, Menurutnya PKB tak bisa lepas dari NU karena kelahirannya dibina para kali sepuh. Karena itu diberikan para kiai sepuh kepadanya. Meski mendapat mandat dari para kiai NU namun dalam berpolitik, Anam tak begitu saja memaksakan warga NU untuk harus memilih atau mendukung PKB. "Warga NU tetap bebas memilih parpol lain tanpa paksaan. Dari kita lihat, warga NU cukup banyak yang berada di partai lain seperti Golkar, PAN, PPP, PKS, PBB atau yang lainnya.

Sebelum ke PKB, sosok Anam sangat melekat pada Ansor Jatim. Ini karena ia memang menjabat Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jatim, yang pada masa kepemimpinannya, Ansor memiliki peran dan posisi penting dalam perpolitikan ketika ia menjadi Ketua DPW PKB, bahkan Ketua Umum PKB. Namun pada posisi puncak ini, kepiawaian berpolitiknya, sedang teruji. Dalam gelombang politik yang menimpa PKB, Cak Anam berbeda sikap dengan Gus Dur yang kemudian membawa dirinya pada posisi sangat sulit. Akhir perjalanan politik berada di luar orbit politik yang digagas Gus Dur, dengan segala konsekuensinya. Toh, Cak Anam belum berhenti dan kita juga belum tahu akan seperti apa jalan politik pria kalem namun tegas ini.

Ditanya bagaimana sebenarnya hubungan dengan Gus Dur sekarang, Cak Anam mengatakan secara pribadi tetap baik. Hanya secara politik ia memang kurang sejalan. "Ibaratnya kalau sekarang Gus Dur bilang langitnya biru padahal merah, ya saya tidak bias dong mengatakan langitnya biru," kata Cak Anam.

Menurut Cak Anam pula, sikap Gus Dur banyak berubah setelah sakit. Selain itu, Gus Dur dikelilingi oleh orang-orang yang dinilai tidak memahami perjalanan sekarang NU dalam politik. Namun, di luar dunia politik yang telah mengantarkannya pada berbagai pengalaman mengasyikkan itu, Cak Anam masih memiliki jalan hidup yang layak dicatat. Darah jurnalistiknya tak bisa diam begitu saja la mendirikan dan mengelola Harian Duta Masyarakat yang cukup terkenal di Jawa Timur.
Selain itu, bersama istrinya, Hj Samila SPd mendirikan sekolah khusus bagi anak-anak yang orangtuanya tidak mampu yakni Bina Swadaya Masyarakat (Bisma) yang mengelola pendidikan mulai Taman Kanak-kanak (TK), Tsanawiyah hingga Aliyah Dua Kali.

Karier politik Anam menarik untuk dicermati. Jalan yang ditempuhnya cukup berliku dan juga "aneh". Setelah memimpin PKB Jawa Timur sejak 1999, Choirul Anam terpilih kembali pada 17 Oktober 2001 menjadi Ketua Dewan Tanfidz DPW PKB Jatim dalam rapat pleno pemilihan di Tuban, menyisihkan KH Mutawakil Allalah. la meraih 71 suara dari 109 suara yang diperebutkan, smentara Kiai Mutawakil hanya 38 suara. Dengan kemenangan itu, maka Anam kembali menjadi Ketua Pkb Jatim untuk masa bakti tahun 2001- 2006.

Perjalanan politik Anam berubah setelah Drs H.A. Muhaimin Iskandar terpilih menjadi Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB periode 2005- 2010 secara aklamasi dalam Muktamar II PKB itu juga memilih KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Dewan Syuro. Namun kepemimpinan hasil muktamar itu menimbulkan perpecahan dalam tubuh PKB, Alwi Shihab dan Syaifullah Yusuf. Konflik internal dalam tubuh PKB ini makin meruncing setelah kubu Alwi Shihab dan Syaifullah Yusuf menggelar muktamar PKB di Surabaya. Hasil muktamar tersebut berakhir dengan terpilihnya KH Abdurrohman Chudlori sebagai Ketua Dewan Syuro PKB, Alwi Shihab sebagai Sekjen Dewan Syuro, Choirul Anam sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB, dan Idham Cholid sebagai Sekjen.

Perseteruan pun berlanjut hingga ke pengadilan. Namun Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam sidang putusan pada 5 Juni 2006 memenangkan kubu Muhaimin Iskandar sebagai pimpinan PKB yang sah.
Putusan sidang Pn Jaksel tersebut antara lain menyatakan, Muktamar Semarang sah berdasarkan AD/ART dan sesuai UU Nomor 31/2002, dan menyatakan perbuatan Choirul Anam dkk melakukan kegiatan (muktamar) di Surabaya sebagai perbuatan melawan hukum.

Selain itu, majelis hakim juga menolak gugatan rekonvensi (gugatan balik) Choirul Anam dkk dengan menyatakan yang berhak atas logo dan atribut PKB adalah Gus Dur, menyatakan Muktamar Surabaya tidak sah. Choirul Anak dkk tidak boleh melakukan kegiatan atas nama PKB, menghukum Choirul Anam membayar ganti rugi Rp 1 Miliar, menghukum Choirul Anam membayar biaya perkara sebagai pihak yang "kalah".

Kemenangan itu langsung disambut DPP PKB versi Muktamar Surabaya dengan mengajukan kasasi. Choirul Anam menegaskan saat itu bahwa proses hukum masih panjang, karena itu semua pihak harus menghargai keputusan yang tertinggi di tangan Mahkamah Agung (MA).

"Kami mengajukan kasasi ke MA, karena putusan PN Jaksel tak sama dengan MA yang lalu. Apalagi bukti-bukti dan saksi-saksi yang kami sampaikan tidak diperhatikan sama sekali. Jadi, proses hukum masih panjang," katanya.

Namun Mahkamah Agung dalam keputusannya pada akhir 2006 juga memenangkan kubu Muhaimin Iskandar. Keputusan MA tersebut membuat Choirul Anam dan kawan-kawannya mengajukan peninjauan kembali (PK). Selain itu, kubu Anam yang didukung KH Abdullah Faqih dari Ponpes Langitan, Tuban, juga membentuk Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Pembentukan tersebut dimaksudkan sebagai "sekoci) bila upaya hukum yang ditempuh kubunya benar-benar gagal Hal itu diungkapkan pengurus DPP PKB pimpinan Choirul Anam setelah bersama 24 ketua DPW PKB se-Indonesia yang mengadakan Halal Bi Halal di Graha Astranawa, Gayungsari Timur, Surabaya, pada 6 November 2006.

"Mbah Faqih (KH Abdullah Faqih) menegaskan bahwa PKNU itu sudah lama dipersiapkan para kiai dengan tugas secara teknis diberikan kepada Cak Anam," ujar Sekjen DPP PKB Idham Chalid usai pertemuan tersebut.
Menurut dia, KH Abdulah Faqih sebagai sesepuh di PKB menegaskan bahwa PKNU sudah merupakan hasil istikhoroh (sholat minta petunjuk atas berbagai pilihan) para kiai, karena itu pengurus DPW PKB se-Indonesia diminta mensosialisasikan hasil itu.

"Mbah faqih juga mengatakan bila ada kiai yang tidak setuju, maka mereka nantinya juga akan satu suara dan tetap dalam satu barisan, karena langkah itu (pembentukan PKNU) memang merupakan kelanjutan dari apa yang diperjuangkan para kiai selama ini," tegasnya.
Dengan mengutip sebuah idiom dalam bahasa Arab, katanya, Kiai Faqih menyetakan PKNU itu sebenarnya upaya yang dilakukan secara rahasia dan diam-diam agar tidak diganggu orang. Tapi itu akhirnya bocor dan dipublikasikan, sehingga menimbulkan kebingungan,[]