Tanggal Lahir

us 31 A

Tanggal Wafat

ri 20 J


Biografi

KH Mustain Romli tidak disangsikan lagi adalah salah satu tokoh besar asal Jombang yang punya pengaruh luas secara nasional. Selain dikenal sebagai tokoh pendiri Universitas Darul Ulum Jombang. Kiai Mustain juga kesohor sebagai Mursyid Thariqat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyyah di Indonesia. Beliau pernah menjadi anggota DPR/MPR RI, juga Ketua Umum Thariqat Muqtabarah seluruh Indonesia, ketua Umum Perkumpulan Perguruan tinggi Swasta Seluruh Indonesia, Rektor Universitas Darul Ulum Jombang dan sekitarnya.

Banyak orang menilai Kiai Mustain adalah seorang kiai yang memiliki pandangan jauh ke depan dibanding kiai pada umumnya. "Ya, memang demikian. Beliau diakui sebagai sosok yang pemikiran-pemikirannya melesat mendahului banyak tokoh termasuk kiai lainnya," kata Noor Fattah Syafi'i, alumni Fakultas hukum Universitas Darul Ulum Jombang.

Fattah, yang dikenal aktivis mahasiswa waktu kuliah di Undar pada 1970-an, mengaku Kiai Mustain adalah gurunya. la melihat sang guru tersebut memang sering membuktikan kehebatan pandangannya. Ketika Kiai Mustain sebagai tokoh NU masuk Golkar, misalnya, kalangan Nahdlatul Ulama (NU) geger. PPP sebagai partai dengan baris NU mencak-mencak. Apa pula alasan masuk partai pemerintah tersebut?

Merupakan Fattah, yang kini pengacara, Kiai Mustain sering mengatakan kalau orang-orang dari kelompok lain akan memasukinya, nyatanya, setelah Kiai Mustain masuk Golkar, banyak pihak juga mengikutinya bergabung dengan kekuatan politik tersebut. Berkat langkah Kiai Mustain, kaum Nahdliyin kini ada di mana-mana.

Para pengamat politik seringkali merujuk tindakan Kiai Mustain bila berbicara tentang pertarungan partai-partai politik sekarang ini dalam memperebutkan suara NU. Moh Sholeh, staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, misalnya, pada 20 September 2002 menyampaikan pandangannya saat menyambut Konferensi Wilayah Nahdlatul Wonorejo Pasuruan, 11-13 Oktober 2002.

Dalam tulisan berjudul "Perhelatan Tanpa Pertarungan Wacana", Sholeh mengatakan paling tidak ada tiga hal yang diperkirakan mendominasi pembicaraan seputar konferensi itu. Pertama, perbincangan klasik menyangkut posisi Jawa Timur sebagai basis terbesar organisasi barlambangjagat ini. Kedua, dengan posisi tersebut, kepemimpinan dan jamaah NU selalu diperebutkan, dijadikan battleground (medan peperangan) antara kekuatan dan aliran politik. Ketika, besarnya tarikan arus politik ini mengakibatkan hamper tiap perhelatan yang diselenggarakan NU sunyi senyap dari tempik sorak pertarungan wacana.

Menurut Sholeh, selain partai partai beraliran nahdliyin seperti PPP dan PPP, minimal ada dua sayap politik lagi yang secara tradisi, baik latin maupun manifest, turun bertarung, melihat NU sebagai battle ground untuk mendulang dukungan sekaligus melakukan "pembajakan" kader, yaitu pertama, sayap nasional sekuler.

Kelompok ini mempunyai pengaruh lumayan di lingkungan NU, berawal dari rintisan KH Mustain Romly, pendiri Universitas Darul Ulum Jombang. Selaku Mursyid Thariqah Qadariyah wan Naqsabandiyah, generasi kedua pemangku pondok pesantren Darul Ulum ini, mengiring jamaahnya untuk berteduh di bawah pohon beringin," kata Sholeh. "Kala itu fatwa Mursyid Thariqah berarti Fox Kiai Fox Dai, suara kiai suara tuhan. Pengaruhnya sangat dahsyat, para Mursyid terbelah menjadi dua: tetap mengelilingi Ka'bah (PPP) dan yang lain ramai-ramai hijrah ke pohon beringin (Golkar).

Rintisan dalam Pemilu 1977 dan 1982 tersebut, menurut Sholeh. menjadi salah satu sebab jungkir baliknya kiprahnya PPP di kantung- kantung tradisinya. Padahal ketika itu disepakati bahwa, partai yang selalu berada di urutan kedua sepanjang sejarah Orde Baru itu, sebagai satu- satunya saluran resmi aspirasi politik warga NU. "Hampir mirip dengan kebijakan yang diambil PBNU pada awal-awal berdirinya PKB," kata Sholeh pula.

Sholeh juga menyebutkan, keberhasilan KH Mustain Romly menggembala warga NU di bawah naungan pohon beringin, bisa jadi merupakan inspirasi yang menggerakkan Gus Dur menggandeng Megawati, ketika itu Ketua Umum PDIP, blusukan ke pesantren-pesantren dan ke tokoh-tokoh NU. Tidak berhenti hanya di situ, "safari pesantren" itu juga dibarengi dengan statement sloganistik: Mencoblos PDIP sama dengan mencoblos PKB. Lagi-lagi PDIP mendapatkan durian runtuh sebagaimana Golkar, buah dari policy elite NU yang "fleksibel".

Tetapi terlepas bagaimana pandangan orang terhadap dirinya, Kiai Mustain umumnya dipandang sebagai sosok yang selalu berjuang untuk kepentingan bangsanya, bukan sekedar kelompok apalagi diri pribadinya. "Langkah Kiai Mustain selalu mengedepankan kepentingan bangsa. Itu yang saya tahu dan yakini betul," kata Noor Fattah.

Dilahirkan di Jombang pada tahun 1933, Kiai Mustain Romly adalah salah satu putra KH Romly Tamim, pengasuh Pondok pesantren Darul Ulum. Sejak muda beliau memang sudah dikenal sebagai anak muda yang berani dan memiliki wawasan jauh ke depan. Pada masa perjuangan kemerdekaan, pemuda Mustain Romly bergabung mengangkat senjata melawan Belanda. Kemudian, ketika melihat ketertinggalan umat Islam, termasuk di Jombang, Kiai Mustain bersama mertuanya, KH Wahab Hasbullah, dan beberapa tokoh lain seperti Kiai As'ad Umar mendirikan Universitas Darul Ulum pada 1965.

Sekarang Universitas Darul Ulum Jombang sudah jauh perkembangannya dibandingkan ketika pertama kali didirikan. Berkat lobi- lobi yang dilakukan Kiai Mustain Romly, universitas tersebut dapat memperoleh bantuan dari pengembangannya. berbagai pihak dalam upaya menurut Noor Fattah, banyak rencana yang telah digagas oleh Kiai Mustain dalam berbagai bidang termasuk pendidikan umat Islam. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain. Beliau wafat dalam usia 52 tahun pada 20 Januari 1985, meninggalkan istri dan lima anaknya. "Saya ingat betul tanggal tersebut karena saat itu saya mau pindah rumah. Rencana pindah itu akhirnya saya tunda," kata Fattah.